Idisi Online – Minggu (7/9/2025). Di Bengkulu, kegiatan MBG dihentikan sementara karena kasus keracunan siswa usai menyantap menu MBG. Korban dalam proses pemulihan juga menunggu proses penyelidikan pihak yang berwenang yang akan melakukan investigasi di lapangan mengenai bagaimana proses MBG dari dapur hingga penyaluran. Di sini, pengelola MBG diharapkan betul-betul taat pada standar SOP yang sudah ditetapkan agar tidak terjadi lagi peristiwa serupa. (regional.kompas.com 30/08/2025).
Di Lampung, sejumlah santri dilarikan ke rumah sakit. Sejumlah santri tersebut diduga keracunan usai menyantap MBG. Setelah makan, mereka mengeluh dengan gejala mual dan pusing. Pihak berwenang sudah mengambil sampel dari makanan untuk penyelidikan lebih lanjut dan uji laboratorium. Informasi terakhir tinggal menunggu hasil lab tersebut. (www.kompas.com 29/08/2025)
Kasus keracunan MBG juga terjadi di SMPN 3 Berbah, Sleman, DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta). Sebanyak 135 siswa di sekolah tersebut mengalami gejala keracunan usai menyantap MBG. Dengan banyaknya kasus keracunan yang terjadi, masyarakat berharap program MBG dievaluasi kembali dan mengusulkan agar program MBG diganti dengan uang saku yang digunakan untuk kebutuhan lain yang lebih dibutuhkan. (www.tirto.id 27/08/2025)
Kasus keracunan MBG massal di Sragen hasil uji labnya sudah keluar dan sudah dilaporkan kepada pihak yang berwenang di daerah setempat. Agar kasus keracunan ini tidak terulang, harus dikaji ulang bersama, di mana hasil tes menyatakan bahwa sanitasi lingkungan dan higienitas di lokasi pengelolaan MBG menjadi permasalahan utama yang perlu diperbaiki dalam sistem tersebut. Perlu pengawasan ketat karena menyangkut keselamatan khalayak banyak. Sebelumnya, keracunan massal ini terjadi ketika siswa dan guru usai menyantap MBG dan mengalami gejala keracunan. (www.rri.co.id 26/08/2025)
MBG merupakan salah satu program kampanye Presiden yang direalisasikan, walau fakta di lapangan tidak habis dengan berbagai permasalahannya. Program ini bertujuan mengatasi masalah malnutrisi dan stunting pada anak-anak dan ibu hamil, serta meningkatkan SDM dan mendorong ekonomi lokal. Akan tetapi, terjadinya keracunan berulang menunjukkan adanya ketidakseriusan dan kelalaian negara, khususnya dalam menyiapkan SOP dan mengawasi SPPG.
Kesehatan bahkan nyawa siswa terancam. Karena yang terjadi bukan gizi dan kesehatan yang diutamakan, tetapi menjadi ajang komersial, karena kebanyakan pengelola menyajikan hanya formalitas saja; tujuan pengelola lebih ke bisnis semata. MBG berjalan tanpa memperhatikan gizi dan higienitas bahan makanan; inilah yang menjadi pemicu terjadinya kasus keracunan MBG. Dengan banyak fakta di lapangan, MBG bukanlah solusi untuk menyelesaikan persoalan gizi pada anak sekolah dan ibu hamil, apalagi mencegah stunting. Karena yang terjadi justru program ini mempertaruhkan banyak nyawa dengan ancaman keracunan massal.
MBG merupakan salah satu program pemerintah dalam mengatur urusan rakyat. Sejatinya, pemerintah sudah matang dalam merancang terealisasinya program ini, termasuk mulai dari anggaran dan pelaksanaannya, seharusnya ada pengawasan ketat dalam pelaksanaannya, agar tidak terjadi banyak kasus keracunan pada siswa.
Bukan tujuan yang tercapai; yang ada hanya permasalahan yang tak kunjung selesai. Sejak bergulirnya program ini, sudah carut-marut mulai dari kisruh anggaran, jangkauan yang belum merata, ditambah maraknya kasus keracunan di tiap-tiap daerah di Indonesia. Adanya program MBG bukan untuk masyarakat yang mendapat manfaat, tetapi untuk para pengusaha yang terjun dalam proyek MBG. Proyek ini bagai lahan basah bagi mereka, para kapitalis.
Dalam Islam, negara wajib berperan sebagai ra’in, bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, di antaranya dengan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat sebagai tanggung jawab negara, melalui berbagai mekanisme sesuai syariat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Diperlukan peran penguasa dalam merealisasikan jaminan kemaslahatan umum untuk rakyat, di mana penguasa berfungsi sebagai pelayan sekaligus pelindung rakyatnya. Hanya dalam sistem Islam terdapat dua peran yang menyatu dalam satu kepemimpinan yang menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Makanan bergizi tidak bisa dijadikan tolak ukur kesehatan generasi; pemenuhan asupan makanan juga merupakan tanggung jawab kepala keluarga. Peran negara di sini adalah memastikan setiap kepala keluarga mempunyai pekerjaan yang layak untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya masing-masing.
Jadi, bukan hanya asupan makanan yang menjadi perhatian negara dalam sistem Islam, seperti halnya pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab, di mana beliau berkeliling di malam hari hanya untuk memastikan keadaan rakyatnya baik-baik saja dan semuanya tercukupi.
Dengan jaminan kesejahteraan Khilafah, disertai edukasi tentang gizi, maka kasus stunting dapat dicegah, demikian juga masalah gizi dan lainnya. Khilafah mampu menjamin kesejahteraan semua rakyatnya karena memiliki sumber pemasukan yang besar, yang bersumber dari kekayaan alam dan kepemilikan umum yang diatur sedemikian rupa sesuai ketentuan syara dan dikelola dengan sistem ekonomi Islam.
Alhasil, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat pasti terwujud selama negara mengambil dasar kebijakan pemenuhan kemaslahatan untuk generasi dari syariat tanpa menyelisihinya, karena syariat datang dari Sang Khalik, bukan dari pemikiran manusia yang terbatas. Wallahualam bishawab
Penulis : Yuli Yana Nurhasanah
Keracunan MBG Terulang Kembali, Program Populis Membahayakan Keselamatan Rakyat







