Pematangsiantar, idisionline.com – Sorotan publik terhadap keberadaan Anda Karaoke di Jalan Ahmad Yani, Kota Pematangsiantar, semakin tajam. Tempat hiburan malam yang diduga kuat menjadi lokasi peredaran pil ekstasi merek Transformer oleh seseorang bernama Ivan itu kini menuai kecaman keras dari masyarakat dan tokoh sosial. Tak hanya soal narkoba, keberadaannya yang berdiri tepat di samping Gereja Masehi Injili Indonesia (GMII) juga dianggap melanggar etika dan tata nilai kehidupan beragama.
Ketua Barisan Rakyat Hancurkan Tindakan Ilegal (Bara Hati), Zulfikar Efendi, mengatakan bahwa pemerintah kota seharusnya memiliki kepekaan sosial sebelum mengizinkan tempat hiburan malam berdiri di lokasi yang berdekatan dengan rumah ibadah. “Mungkin kegiatan ibadah di gereja dilakukan siang hari, jadi tidak terganggu secara langsung. Tapi jangan lupa, ada pendeta dan keluarga yang tinggal di lingkungan gereja. Tidur mereka terganggu setiap malam oleh dentuman musik yang luar biasa bising. Ini jelas persoalan etika, bukan hanya hukum,” tegasnya, Kamis (23/10/2025).
Menurut Zulfikar, situasi ini menunjukkan kelalaian serius dari Wali Kota Pematangsiantar dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan hiburan dan nilai moral masyarakat. Ia menilai izin operasional Anda Karaoke seharusnya segera dicabut, mengingat lokasinya sangat tidak pantas. “Mendirikan tempat hiburan malam di samping rumah ibadah sama saja mencederai rasa hormat terhadap nilai keagamaan. Pemerintah tidak boleh menutup mata atas pelanggaran moral seperti ini,” ujarnya dengan nada tegas.
Selain persoalan etika, dugaan kuat adanya peredaran pil ekstasi di tempat tersebut semakin memperburuk citra kota. Dari pengakuan pengunjung, pil haram merek Transformer dijual oleh Ivan dengan harga Rp350 ribu per butir. Aktivitas ini diduga sudah berlangsung lama tanpa gangguan dari aparat. “Kami melihat ini bukan sekadar kelalaian, tapi pembiaran. Kalau polisi benar-benar serius, seharusnya tempat itu sudah disisir setiap malam,” tambah Zulfikar.
Warga sekitar juga menyampaikan keresahan yang sama. Mereka menilai, suara musik keras, lalu lalang kendaraan, dan perilaku pengunjung di malam hari menciptakan ketidaknyamanan bagi lingkungan. “Kami tidak anti hiburan, tapi harus ada tempatnya. Jangan di samping rumah ibadah. Ini bukan hanya soal bising, tapi juga rasa hormat terhadap iman dan budaya lokal,” ujar salah seorang warga dengan nada kecewa.
Pihak jemaat GMII pun menyampaikan bahwa mereka telah beberapa kali melayangkan surat keberatan ke kelurahan dan Pemerintah Kota Pematangsiantar. Namun hingga kini, tidak ada tindakan nyata dari pihak berwenang. “Kami hanya minta pemerintah peka. Pendeta kami tinggal di gereja. Kalau tiap malam terganggu oleh suara musik yang keras, apa itu pantas?” kata salah satu pengurus gereja.
Bara Hati menegaskan agar Pemerintah Kota Pematangsiantar segera mencabut izin operasional Anda Karaoke dan menertibkan seluruh tempat hiburan malam yang berdekatan dengan rumah ibadah. Selain itu, kepolisian diminta melakukan razia setiap malam untuk mencegah peredaran narkoba dan aktivitas ilegal. “Razia tidak boleh hanya sesekali. Harus setiap hari, karena masalah ini sudah merusak citra kota dan kepercayaan masyarakat,” tegas Zulfikar.
Kini, sorotan tajam publik tertuju pada Wali Kota Pematangsiantar, yang dinilai lalai dalam menjaga moralitas dan keharmonisan sosial. Keberadaan tempat hiburan malam di samping rumah ibadah bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga cermin rusaknya sensitivitas etika pemerintahan. Masyarakat menegaskan: jika pemerintah tidak segera bertindak, berarti mereka turut andil dalam membiarkan kerusakan sosial terjadi di kota yang dikenal religius ini.