GARUT, idisionline.com – Kepala Sekolah Menengah Atas Swasta (SMAS) Plus Al Furqon Cibiuk, Kabupaten Garut, Dian Nurdiansyah, M.Ag, secara terbuka mengakui bahwa penerapan sejumlah bantuan operasional di sekolahnya belum sepenuhnya sesuai dengan petunjuk teknis (Juknis) yang berlaku.
Hal itu diungkapkan Dian saat dikonfirmasi awak media di ruang kerjanya, Kamis (9/10/2025). Menurutnya, sekolah yang dipimpinnya saat ini memiliki sekitar 150 siswa dengan 15 tenaga honorer.
“Jumlah peserta didik di sekolah kami kurang lebih 150-an, data detailnya ada di operator. Untuk tenaga honorer ada 15 orang,” ungkapnya.
Dian menyebut bahwa dana Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) yang diterima sekolah tidak mencukupi untuk membayar seluruh gaji tenaga honorer. Akibatnya, pihak sekolah terpaksa mengambil sebagian dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) untuk menutupi kekurangan tersebut.
“Pembayaran honor tidak mencukupi dari BPMU, makanya kami ambil juga dari BOSP. Bahkan guru sertifikasi juga terpaksa kami bayar dari BOSP, meskipun tidak diperbolehkan. Tapi karena gajinya sering telat, kami harus tetap bayar dari BOSP,” ujarnya.
Padahal, menurut Permendikbud Nomor 63 Tahun 2023 tentang Juknis Pengelolaan Dana BOS dan BOSP, penggunaan dana tersebut memiliki ketentuan ketat dan tidak boleh digunakan untuk pembayaran guru bersertifikasi.
Selain itu, di bawah naungan Yayasan Al Furqon, juga terdapat satuan pendidikan lain seperti SMP dan Pondok Pesantren, yang turut memanfaatkan fasilitas bersama.
Ketika ditanya terkait pembayaran daya dan jasa yang disebut mencapai lebih dari Rp40 juta per tahun, Dian tidak menampik informasi tersebut. Ia menjelaskan bahwa kebutuhan listrik dan internet di lingkungan sekolah memang tinggi karena sistem pembelajaran berbasis teknologi dan santri tinggal di asrama.
“Pembayaran daya dan jasa memang cukup tinggi, karena siswa mondok di sini 24 jam, dan penggunaan internet juga besar karena kita pakai Chromebook,” jelasnya.
Namun, dari informasi yang dihimpun, terdapat indikasi bahwa pembayaran daya dan jasa tersebut juga dibebankan dari dana BOSP tingkat SMP. Hal ini memunculkan dugaan tumpang tindih atau double anggaran, yang berpotensi menyalahi aturan penggunaan dana bantuan pendidikan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat maupun pengawas pembina belum memberikan tanggapan resmi terkait temuan tersebut.
Heryawan