--Gulir Untuk Membaca Berita--

Example floating
Example floating
BlogEdukasi

Interpersonal Kondusifitas

59
×

Interpersonal Kondusifitas

Sebarkan artikel ini

Bandung, Idisionline.com – Interpersonal Kondusifitas.


1. LATAR BELAKANG

Sebagai tahapan untuk mempersiapkan Iklim Budaya Kondusif (Interpersonal Kondusifity), tentunya dipengaruhi oleh beberapa persoalan yang kerap terjadi pada beberapa kawasan atau lingkungan yang bermasalah, sehingga dalam proses untuk menyusun materi ke arah itu, perlu adanya study atau penelitian terlebih dahulu terhadap ruang lingkup batasan yang akan menjadi objek sasaran dalam terapannya Menciptakan Iklim Budaya Kondusif.

Perlu diingat bahwa segala sesuatu pastinya ada tujuan dan motivasi kenapa materi ini perlu dibuat, tanyalah kepada diri sendiri apa sesungguhnya orientasi atas tujuan kita berusaha, dengan demikian akan tercipta sebuah materi atau konsepsi yang jelas dan tepat sasaran. Artinya materi ini secara tidak langsung akan menjadi krangka acuan dalam melakukan tahapan untuk Menciptakan Iklim Budaya Kondusif.

Beda halnya ketika mendapat tugas tanpa ada petunjuk tekhnis yang jelas, tentunya akan kelayapan bagaikan seorang autis atau pemimpi yang mengharapkan sesuatu tanpa ada usaha.

Semoga yang melatar belakangi materi ini dibuat, tiada lain sebagai bentuk usaha atau petunjuk sederhana dalam Menciptakan Iklim Budaya Kondusif. Sehingga out put yang diharapkan sesuai dengan apa apa yang telah dipersiapkan.

Dalam institusi pemerintahan sudah barang tentu segala prosedur sebagai daya dukung terhadap kinerja sudah terstandardisasikan melalui aturan aturan yang jelas, sehingga setiap program yang dijalankan dapat dipertanggungjawabkan secara baik dan benar, artinya dalam manajemen pemerintahan sudah terformulasi melalui tata naskah dinas dan standard operational proscedure (SOP) atau prosedur pengoprasian yang telah mendapatkan uji kelayakan yang dilegalisasi melalui peraturan perundang-undangan.


2. YANG MENJADI LANDASAN

Pada keadaan dan kondisi sadar akan ruang lingkup dan batasan kerja, secara langsung akan tersekat oleh peraturan yang menjadi landasan pijak sebagai komando dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Melalui peraturan-peraturan tersebut juga akan membatasi terhadap prilaku yang offside keluar dari jalur atau sama sekali bertentangan dengan kaidah-kaidah yang ada dalam peraturan tersebut.

Info Lainnya  Rapat Pleno Pembacaan Rekapitulasi Hasil Penghitungan dan Perolehan Suara Pada Pemilu Tahun 2024 Tingkat Kecamatan Ibun

Konteks pemahaman akan peraturan sifatnya wajib dalam proses Penciptaan Iklim Budaya Kondusif, tanpa itu, maka proses untuk Penciptaan Iklim Budaya Kondusif sangat sulit untuk berhasil dilakukan, mungkin bisa saja diciptakan, namun rentan terhadap konflik-konflik yang akan terjadi tanpa mengindahkan peraturan itu tadi.

Secara logis akan terdapat perbedaan antara terapan secara organik dengan terapan non organik, sebagai contoh menghakimi seseorang maling secara masal berbeda dengan menghakimi maling  secara formal melalui jalur pengadilan.

Jelas sekali pada proses penghakiman secara masal konfliknya mencuat kepermukaan, sebaliknya melalui jalur yang benar, tidak akan menimbulkan gejala konflik, meresahkan dan merusak tatanan sosial.

Untuk menentukan landasan pijak (tinjauan yuridis) terhadap ruang lingkup atau orientasi kinerja seseorang dalam sebuah institusi atau organisasi, rumusannya yaitu tinjauan yuridis secara vertical dan tinjauan yuridis secara horizontal.

Kontek landasan pijak itu terbagi kepada dua bentuk yaitu :
1. Konteks Formal, dan
2. Konteks Informal

Secara konteks formal sudah jelas bahwa sumber dari segala sumber Hukum yang ada pada Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Pancasila, sebagai palsafah hidup bangsa, sebagai Landasan Ideologi suatu bangsa dan Undang Undang Dasar 1945 sebagai landasan operasionalnya.

Adapun secara konteks informal, itu merunut kepada pola dan kebiasaan-kebiasan hidup masyarakat yang secara perkembangannya menjadi adat dan tradisi masyarakat dan oleh masyarakat tersebut dijadikan sebagai sumber pranata sosial dilingkungan masyarakatnya itu berada, kondisi demikian terdapat dalam ilmu hukum adat. 

Pada konteks landasan secara informal, pranata sosial yang digunakan tidak akan masuk sebagai dasar atau landasan untuk menjadi bahan yang dapat digunakan sebagai landasan yang secara langsung dapat mengatur tatanan sosial kedalam Konteks Formal, artinya bahwa pranata sosial hanya digunakan sebagai alat penyeimbang dalam tatanan sosial untuk saling menjaga dan mengatur hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya dalam kawasan tertentu, karena mungkin saja pranata sosial pada lingkungan itu akan berbeda dengan lingkungan sosial yang lainnya.

Info Lainnya  Melalui Teacher Wellbeing untuk Peningkatan Kualitas Pendidikan

Pertanyaannya kenapa konteks informal tersebut tidak akan masuk sebagai bahan yang dapat mengatur tatanan sosial kedalam konteks formal ? untuk menjawab pertanyaan tersebut membutuhkan sebuah konsekwensi logis pemahaman dalam melihat kondisi tersebut, melalui pernyataan berikut “pranata sosial tidak dapat menjadi dasar hukum untuk mengatur jalannya institusi atau organisasi”. 

Berbeda dengan pernyataan sebagai berikut, “Pada konteks hukum secara formal di dalamnya terdapat konteks hukum secara informal”. Dapat disimpulkan bahwa konteks hukum secara informal sifatnya tidak berlaku secara umum atau menyeluruh, pranatanya hanya berlaku pada kawasan tertentu saja dan bukan berada dalam ranah konteks secara formal.

3. POKOK POKOK PERSOALAN
Persoalan sama juga dengan masalah artinya adalah terdapat jurang pemisah antara harapan dan kenyataan, secara etimologis bahwa persoalan itu terjadi akibat beberapa factor mempengaruhi sehingga out put yang diharapkan tidak tercapai dengan baik, apa saja yang mempengaruhi timbulnya permasalahan atau terjadi persoalan ketika target yang dicapai tidak sesuai dengan harapan.

Faktor yang mempengaruhi menjadi persoalan itulah kita namakan sebagai Pokok Pokok Persoalan.

Apa saja pokok pokok persoalan itu, pokok-pokok persoalan adalah serangkaian material yang dapat menghalangi atau mengganggu terhadap pencapaian tujuan, baik itu material dalam bentuk abstrak maupun dalam bentuk konkreat.
 

4. IDENTIFIKASI
Identifikasi merupakan usaha untuk melakukan penguraian materi secara terstruktur dari partikel terbesar hingga kepada bagian partiker terkecil. Pengidentifikasian itu biasanya digunakan untuk memecahkan persoalan yang sulit untuk dipecahkan, sehingga dalam penyelesaian persoalan itu perlu adanya identifikasi masalah.

Bentuk-bentuk penguraian masalah dapat dibagi kedalam beberapa bentuk, sebagai contoh penguraian masalah secara matrix atau melaui rumusan lainnya.

5. DAYA DUKUNG
Untuk meraih out put yang diharapkan dalam Menciptakan Iklim Budaya Kondusif itu tidak akan terlepas dari daya dukung sebagai sub power yang akan memberikan kekuatan secara tidak langsung dalam usaha usaha untuk terciptanya iklim yang kondusif.

6. TOLAK UKUR
Dapat kita lihat dalam layar monitor atau pada papan atlas yang telah dibuat sebelumnya sebagai batasan secara kewilayahan, dimana dalam peta tersebut sudah dapat diidentifikasi bahwa ada beberapa bagian kawasan atau beberapa titik kawasan yang dapat menjadi objek sasaran untuk menerapkan konsepsi atau materi terkait Penciptaan Iklim Budaya Kondusif.

7. HAL HAL YANG PERLU DIANTISIPASI
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa ada beberapa hal yang perlu diantisipasi diantaranya :
1. Terkait penenmatan sesuatu kepada yang bukan ahlinya. (yang seharusnya rahasiah, tidak menjadi rahasiah lagi).
2. Prilaku politik yang ekstrim atau radikal.
3. Kebebasan yang tidak bertanggungjawab (liberalism).
4. Dll disesuaikan dengan keadaan dan kondisi wilayah.

8. HAL HAL YANG TIDAK DITOLERIR
Sebagaimana kita fahami bersama, Negara berdasarkan hukum bukan atas azas kekuasaan belaka.

Info Lainnya  Ka'bah Itu Dibangun Para Malaikat Atas Perintah Allah SWT, Benarkah ?Ditulis

Dengan demikian yang menjadi point yang tidak dapat ditolerir diantaranya :
1. Penyebaran faham-faham yang bertentangan dengan Pancasila dan melanggar terhadap Undang Undang Dasar 1945.
2. Pengintimidasian, penjajahan, dan bentuk bentuk lain dalam pengeksploitasian secara besar-besaran untuk kepentingan sekelompok atau golongan saja.
3. Terorisme, menakut-nakuti, mengancam, membodohi, dan merusak hak azasi.


Demikian delapan point yang dapat menjadi panduan dasar untuk melakukan proses dalam upaya Menciptakan Iklim Budaya Kondusif. Semoga bermanfaat, khususnya bagi penulis umumnya bagi siapa saja yang kebetulan membaca materi ini.



Banjaran, 14 Nopember 2016
Iwan Mulyana S.

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Berita

Asda Kesra se – Jabar Kumpul Cari Solusi Persoalan Sosial KAB. BANDUNG BARAT // Idisi online – Pemdaprov Jabar menggagas pertemuan para asisten…