Oleh : Elut Haikal

Menyoal ulasan Part I tentang pengunduran diri Dr. Donny Sulifan sebagai direktur RSUD R Syamsudin SH. Kota Sukabumi, yang dilakukannya saat usai libur panjang hari Raya Idul Fitri Menjelang tiga hari masuk kembali aktifitas kerja seluruh Kantor² pemerintah & swasta termasuk RSUD.

Permohonan usulan pengunduran dirinya dilakukan oleh Dr. Donny Sulifan mengingat ada dua hal yang dihadapinya selama menjabat Direktur yaitu Faktor INTERNAL lingkungan kerja yang berhembus rumor akan ada demo seluruh Dokter Struktural untuk mogok pelayanan kerja dihari pertama karna dianggap akan menggangu pelayanan pada Masyarakat umum di rumah sakit, ia mengambil langkah usulan itu.

Kemudian rumor dari dalam dirinya sendiri yang menjadi alasan kuat atas pengunduran dirinya karna sakit² tan, yang dikhawatirkan tidak maksimal dalam mengelola RSUD ke depan nya.

Dan Faktor EKSTERNAL yang mendorong berbagai Dugaan dgn tuduhan lain-lain yang harus berurusan dengan Klarifikasi kepada fihak APH, yang juga belum terbukti kebenaran nya, serta dugaan tuduhan bukan PNS / ASN yang disebut tidak layak menduduki jabatan Dirut saat itu, karna minim nya informasi yang dipersyaratkan oleh Tim Panitia Pemkot yang dibentuk, sehingga menimbulkan berbagai dugaan yg belum jelas kebenaran nya.

Juga ada nya isyu intern lain nya adalah terbit nya Peraturan Permenkes yang baru yaitu Permenkes no 36 thn 2023 tentang nomenklatur perangkat kerja daerah dan perangkat Unit kerja daerah, yang mengharuskan dirut RSUD harus ASN / PNS sementara Dr. Donny Sulifan saat di angkat Direktur thn 2023 Januari bukan seorang PNS/ ASN melainkan tenaga Kerja kontrak sebagai Doktor Ahli spesialis / Honorer, hal ini menjadi salah satu kekhawatiran dari fihak pemkot juga tentunya.

Karna awal kronologis nya ia mengikuti Penjaringan tahun 2022, menjadi Calon Direktur dari jalur Non ASN/PNS syarat dan ketentuan dari Panitia dengan Perwal sebagai rujukan payung hukum yang memboleh kan Non ASN/PNS dapat menduduki sbg Direktur di RSUD Pemkot Sukabumi. Terlebih berpedoman pada landasan Permendagri no 72 thn 2018 saat itu di Permen ini jelas Non ASN dapat menjabat Direktur di tiap RSUD pemerintah yang Berstatus BLUD.

Info Lainnya  Rapat Paripurna DPRD Kota Bandung Dalam Rangka Penyampaian LKPJ TA 2023

Artinya jika RSUD R Syamsudin ini Status nya BLUD = Badan Layanan Usaha Daerah & Bukan BLUD = Badan Layanan Unit Daerah atau UOBK, jelas yang orientasinya badan Layanan Usaha untuk peningkatan pendapatan RSUD Pemkot / Pemda yang bertujuan hasil dari pendapatan nya guna memaksimalkan sarana dan prasarana RSUD yang akan digunakan bagi pelayanan masyarakat itu sendiri.

Sehingga pada tiap kebutuhan anggaran tidak menjadi beban APBD Pemkot/Pemda adapun kelebihan dari pendapatan RSUD itu sendiri tidak dapat di jadikan PAD.
Tetapi sayang saat itu baik Panitia dan Perwal tidak dirujuk kembali pada PP baru no 79 thn 2019 tentang yang merubah jabatan Dirut di tiap RSUD Pemerintah kembali harus dari ASN/ PNS.

Wajar jika dr Donny dan Calon yang lain nya akan alami kerugian yang sama baik karir / Profesi, mental dan sosial akan terganggu sebagai hak profesi juga pada pejabat lainnya di struktural RSUD yang Eselon nya memenuhi syarat, dengan sistem penjaringan CADIR yang ditetapkan Panitia sebagai syarat² nya untuk penerimaan Calon Dirut (CADIR) saat itu. Pemkot Sukabumi dengan Sistem dan kebijakan Kepala Daerah dan Panitia, jelas tidak mengikuti aturan PP yang baru no 79 thn 2019 sebagai rujukan perubahan pada Permendagri no 72 thn 2018, saat itu terkesan dipaksakan yang berujung siapapun yang jadi dirut yang terpilih akan menjadi korban kebijakan.

Namun ada pertanyaan dimana selama ini peran & keberadaan APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah) ? Padahal jelas adanya Tambahan perubahan PP no 79 thn 2019, adalah penyempurnaan dari PP, Permen, sebelum nya tentang Fungsi APIP, khusus nya Inspektorat yang harus dilibatkan dalam pengawasan pada pengelolaan RSUD yang berkedudukan Independen mengingat banyak terjadi kasus² yang ada.

Info Lainnya  Mengenal Sosok Bupati Bandung Dr. HM Dadang Supriatna, S.Ip., M.Si., Sebagai Bapak Guru Ngaji.

Dimana dalam memberi laporan ITWIL tidak lagi ke Walikota tetapi langsung ke Pemprov dan ke Kemendagri untuk menjaga Netralitas.

Namun yang ada seperti tidak dilibatkan dan tidak berfungsi sama sekali tentu hal ini, melabrak dan tidak menjalan kan aturan baru PP no 79 thn 2019 yang tidak dipatuhi & keluar dari perintah pelaksanaan yang harus diterapkan saat itu setelah diberlakukan thn 2020.tetapi yang terjadi sampe saat ini masih jalan ditempat.

Sementara rumor adanya aduan masyarakat terhadap Dirut sebatas Hoax atau tanpa bukti ?

Tetapi saat terjadi Klarifikasi menghadap yang berwajib masalah dugaan hukum apa ketika itu Dr Doni, diberi pendampingan perlindungan Hukum oleh pemkot ? Artinya bukan oleh Fihak RSUD, tapi oleh pemkot masa setingkat Pegawai RSUD saja ada, tapi Dirut tidak ada ?

Mengingat bahwa kedudukan Dirut adalah bagian nomenklatur dari perangkat Unit Kerja Daerah dibawah Pemkot
Sehingga apapun yang terjadi PJ walikota dapat mengetahui akan informasi apa yang keadaan sebelumnya tentang seluk beluk Dirut.

Wajar jika saat usulan pengunduran dirinya. Kenapa tidak ada kesempatan HAK Jawab ??

Dan tidak juga ada pertimbangan akan tugas yang telah dikerjakan selama menjadi Dirut RSUD, Dan dimana peran fungsi dan tugas APIP khusus ITWIL seperti tidak ada, harusnya PJ tau apa saja kendala yang dihadapi dan yang telah dicapai dalam kinerja dirut itu selama menjabat.
Jangan terkesan ada penilaian sudah Negatif terlebih dahulu bahkan seolah divonis ?

Bagaimana tidak janggal dengan Jeda waktu yang singkat hanya dalam hitungan hari dari ajuan pengunduran dirinya, langsung keluar putusan Pergantian Dirut dgn menunjuk PLT yang di angkat PJ, yaitu Kepala Dinas Kesehatan, apa ini tidak Rancu atau menyalahi aturan dari Mekanisme yang ada, terlihat selain terburu buru juga terkesan paksakan lagi.

Info Lainnya  Estimasi Pilkada Kota dan Kabupaten, Terkesan Kabupaten Sukabumi Lebih Siap Dibanding Kota Sukabumi

Padahal jelas didalam perwal no 116 tgl 31 Desember thn 2021, pada Paragraf 2 Pasal 8 ayat (1) & (2). tentang mekanisme Dirut berhalangan baik sementara \ permanen, harus setingkat dibawah Dirut, atau setara jika mengacu ke PP no 79 thn 2019, yaitu dari eselon III.b untuk RSUD kelas B dan berpengalaman minimal 2 – 3 thn di bidang Administrasi kebidanan atau Dr. Spesialis Kukus otomatis yaitu para Wadir Struktural.

Kenapa malah Kepala Dinas Kesehatan diatas setingkat nya ?
Jadi apa dasar payung hukum nya yang dipake oleh PJ Walikota Kusmana dalam mengangkat Dirut PLT baru ? Kalau bukan dari Perwal sebagai turunan UU, Permen dan PP. Berarti hal ini telah terjadi dua (2) kali putusan & kebijkan yang tidak tepat aturan & mekanisme nya.

Pertama terjadi kelalaian fatal dengan yang dipersyaratkan Panitia otomatis penetapan calon Dirut dan pengukuhan nya pun sepintas tak bermasalah dan tak cacat aturan, padahal jalan keluar dari rel nya.

Kedua PJ walikota menerima Keputusan pengunduran dirinya dengan mengangkat PLT baru dari Kepala Dinas Kesehatan, yang nota bone setingkat lebih tinggi diatas jabatan Dirut.??

Google News – Idisi Online