oleh: Kang Oos Supyadin, Pemerhati Sejarah & Budaya
IDISINEWS.COM – MANG IHIN nama lain panggilan dari Gubernur Jabar di tahun 1970 – 1975 yang memiliki nama lengkap Letnan Jenderal TNI (Purn.) Solihin Gautama Purwanegara keturunan dari keluarga bangsawan Sunda lahir di Tasikmalaya 21 Juli 1926 – wafat di Bandung 5 Maret 2024. Ia mengawali karier militer ketika masa revolusi sebagai Komandan Tentara Keamanan Rakyat Kabupaten Bogor, kemudian bergabung dengan Divisi Siliwangi.
Solihin GP terkenal dengan gagasannya dalam mengatasi krisis pangan di Indramayu dengan memasyarakatkan padi yang disebut sebagai gogo rancah. Inilah yang menginspirasi penulis menulis judul “Mang Ihin Penyelamat Ketahanan Pangan Melalui Konsep Gogo Rancah” tepat di hari wafatnya di usia 97 tahun, semoga almarhum Mang Ihin alias Solihin Gautama Poerwanegara bin Abdul Gani Poerwanegara diterima segala amal ibadah dan kebajikan serta diampuni segala dosa dan khilapnya sehingga ditempatkan disisiNYA dalam rohmat dan ridhonya. Aamiin…
Gogo Rancah merupakan modifikasi dari budidaya lahan kering dimana setiap sistem budidaya memerlukan kultivar yang adaptif untuk masing-masing sistem. Kala menjadi Gubernur Jabar ia memiliki perhatian yang besar untuk mengatasi rawan pangan di wilayah Indramayu, dengan cara memasyarakatkan padi gogo rancah. Upayanya memperlihatkan hasil sehingga terus dikembangkan.
Cerita Unik Solihin GP Gubernur Jabar dengan Ali Sadikin Gubernur DKI Jakarta
Menjadi kepala daerah di dua wilayah yang berbatasan memang memerlukan kerjasama untuk membangun kawasan. Namun, tak jarang karenanya justru perselisihan terjadi.
Misalnya saja, Gubernur Jawa Barat periode 1970-1974, Solihin GP, yang pernah merasa dilecehkan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Bagaimana ini bisa terjadi?
Kisah ini berawal saat Mang Ihin, sapaan akrab Solihin, hendak sowan ke Ali Sadikin di Jakarta. Sebagai gubernur Jabar yang baru, Mang Ihin merasa perlu berkonsultasi dengan Bang Ali, sapaan Ali, tentang bagaimana membangun wilayah.
Saat Mang Ihin menjadi gubernur Jabar pada 1970, Bang Ali sudah empat periode memimpin Jakarta. Prestasi-prestasi Bang Ali membangun Jakarta itulah yang membuat Mang Ihin merasa perlu berkonsultasi dengan gubernur ibu kota negara itu.
Nah, pada saat berbincang-bincang itu Mang Ihin merasa dilecehkan. Dalam ‘Cendramata 80 Tahun Solihin GP’ diceritakan, Mang Ihin tersinggung karena Bang Ali ingin ‘mengambil’ wilayah perbatasan yang menurutnya tidak bisa diurus oleh Jawa Barat.
“Jawa Barat tidak bisa melakukan pembangunan, sedangkan saya didesak oleh masyarakat agar memperluas daerah perbatasan antara DKI Jakarta dan Jawa Barat. Untuk itu, agar diikhlaskan saja saya membangun daerah perbatasan itu. Apalagi kan kita sama-sama dilahirkan di Jawa Barat,” kata Bang Ali sambil menunjuk peta Kabupaten Bekasi, Tangerang dan sebagian wilayah Kabupaten Bogor.
“Wah ini kurang ajar banget,” kata Mang Ihin dalam hati.
Meski merasa dilecehkan oleh Bang Ali, Mang Ihin tetap tersenyum. Alih-alih naik pitam, dia justru menyindir balik Bang Ali kenapa dia tidak sekalian saja menyatukan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat.
“Kalau Bang Ali ahli strategi yang ulung dan hebat, jadikan saja Jawa Barat dan DKI Jakarta satu provinsi,” sindir Mang Ihin kepada Bang Ali.
Tidak jelas, bagaimana selanjutnya kisah saling sindir itu. Namun, yang jelas perbincangan itu membawa kebaikan bagi dua provinsi. Baik Mang Ihin, maupun Bang Ali kemudian saling berlomba-lomba untuk membangun wilayahnya. Saat itulah, terjadi istilahnya ‘perang daerah’ atau ‘perang wilayah’ di perbatasan Jawa Barat dan DKI.
Setelah itu, wilayah Jawa Barat tak kalah maju. Industri semen Kaisar dan Tiga Roda dibangun di Bekasi. Kemudian pabrik tekstil di Tangerang. Menyadari cuaca Puncak yang sejuk, Mang Ihin juga membangun tempat rekreasi Taman Safari.
Setelah berhasil membangun wilayah perbatasan, Mang Ihin pun mengajak Bang Ali ke Puncak. Dia memperlihatkan bagaimana arus lalu lintas dari Jakarta ke Jawa Barat juga tidak kalah dari arah sebaliknya. Artinya, tiap provinsi sudah punya magnet masing-masing sebagai hasil dari pembangunan.
Hmm…sungguh persaingan yang positif bagi kemajuan rakyat.
Kisah Petani Jawa Barat tidak Mengenal Presiden Soeharto
Presiden Soeharto memulai kunjungan incognito[3] ke Jawa Barat dan Jawa Tengah tanggal 06 April 1970. Kunjungan yang diadakan bertepatan dengan awal pelaksanaan tahun kedua Pelita I ini, merupakan inspeksi langsung Presiden Soeharto di daerah pedesaan. Tempat-tempat yang ditinjau adalah desa-desa Binong, Subang, Sindang, dan Kertasmaya, semuanya di Propinsi Jawa Barat. Di tempat-tempat tersebut Jenderal Soeharto berdialog dengan para petani, disamping melihat secara langsung pembangunan jalan, pengairan dan irigasi di pedesaan Jawa Barat itu. Satu hal yang perlu dicatat, tak satu pejabat pun di setiap tempat yang beliau kunjungi, yang mengetahui kehadiran Pak Harto.
Entah dari mana informasinya, keesokan paginya ketika Pak Harto sedang berdialog dengan salah seorang petani, muncul Gubernur Jawa Barat Solihin G. P.. Sesaat setelah berdialog, petani mempersilahkan rombongan Pak Harto untuk singgah dirumahnya. Setiba di rumah petani, Pak Solichin menanyakan, siapa yang sedang berbicara dengan dirinya itu? Petani menjawab, petugas pertanian. Pak Solichin kemudian menunjukkan gambar Presiden Soeharto yang kebetulan dipasang di dinding rumah petani. Dengan perasaan malu, kikuk dan salah-tingkah, petani memohon maaf, karena tidak mengenali wajah Presiden Soeharto.
Kiprah Pengabdian Mang Ihin
Solihin GP juga dikenal sebagai tokoh yang dekat dengan masyarakat. Ia sering mengunjungi daerah-daerah di Jawa Barat dan berdialog dengan warga.
Ia juga aktif dalam berbagai organisasi kemasyarakatan, seperti Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Dewan Masjid Indonesia (DMI), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Setelah pensiun dari jabatan gubernur pada tahun 1975, Solihin GP masih terlibat dalam dunia politik dan pemerintahan. Ia pernah menjadi Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan, Anggota Dewan Pertimbangan Agung, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Ia juga mendapat berbagai penghargaan dari negara, seperti Bintang Mahaputera Utama, Bintang Jasa Pratama, Bintang Gerilya, Bintang Dharma, dan Bintang Kartika Eka Paksi Nararya.
Demikian sepenggal tulisan untuk mengenal kembali sosok tokoh Sunda Mang Ihin,,, selamat jalan jenderal menghadap Sang Maha Pencipta Allah SWT.
Redaksi***