Oleh : Ani Hanifah
(Aktivis Muslimah Bandung)
Maraknya kasus korupsi di Indonesia semakin menambah keresahan di tengah-tengah masyarakat. Kali ini media memberitakan kasus korupsi di bank BRI pengadaan mesin electronic data capture (EDC) merupakan perangkat alat dalam pembayaran sistem elektronik, alat ini biasa digunakan untuk transaksi debit maupun kredit di sejumlah sektor perbankan.
Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) melalui juru bicarnya Budi Prasetyo menjelaskan adanya dugaan praktik korupsi dalam proyek pengadaan mesin EDC terjadi pada periode 2020 sampai 2024 dengan nilai proyek mencapai 2,1 Triliun dengan beberapa saksi dan bukti yang sudah dikumpulkan oleh KPK. Senin 30 Juni 2025. beritasatu.com.

Sejumlah kasus korupsi lainnya yang proses hukumnya masih belum tuntas dan penuh drama misalnya yang terjadi di Sumatera Utara. Mengutip dari kumparan.com pada 4 Juli 2025, terungkapnya kasus sistem e-katalog korupsi proyek jalan ditemukan bersekongkol pada sistem e-katalog tersebut dalam pengadaan barang dan jasa. KPK menetapkan lima orang tersangka dalam opress tangkap tangan (OTT) pada kamis (26/6/) di Mandailing Sumatera Utara.
Sungguh sangat ironis, kasus-kasus korupsi ini muncul ketika negara tengah melakukan upaya efisiensi anggaran yang tentu akan berdampak pada kualitas dan kuantitas pelayanan negara atas hak rakyat.
Seperti misalnya, berkurangnya pendanaan untuk sektor strategis seperti, pendanaan untuk iuran jaminan kesehatan (PBI JKN) , dana bansos, pengurangan tunjangan guru, riset, militer, dll.
Kasus korupsi yang marak terjadi di negara kita Indonesia memang bukan hal baru kita temui. Nominal uang yang dikorupsi tidak tanggung-tanggung bisa mencapai Triliunan rupiah.
Tindakan praktik korupsi ini tidak bisa dianggap remeh atau sepele, sebab jika tidak ditindaklanjuti dengan hukuman yang membuat jera, maka manusia dengan sifatnya yang rakus selalu tidak merasa puas dengan apa yang telah dimilikinya dan ingin melakukan lebih dan lebih lagi.
Ditambah dalam sistem kapitalis-sekuler yang diterapkan saat ini tertanam mindset materi adalah sumber kebahagiaan dan keuntungan adalah segalanya. Meskipun mereka para koruptor mengerti tindakan korupsi adalah hal kotor, jahat, dan tidak bermoral, tapi mereka tetap melakukannya, karena paham kapitalisme-sekulerisme telah menguasai pemikiran mereka.
Jelaslah negara yang paradigma sekuler-kapitalis telah gagal dalam mengurus urusan rakyat, serta gagal dalam memberikan solusi masalah kehidupan.
Sistem kapitalis-sekuler tidak mampu mewujudkan masyarakat yang berkeadilan dan sejahtera. Politik Demokrasi yang dijalankan saat ini justru menyuburkan politik transaksional, sehingga menjadikan amanah kekuasaan sebagai alat transaksi antara pejabat dan para pemilik model, serta membudayakan praktik korupsi yang menyisir semua level ranah kehidupan masyarakat.
Karena itu berharap pada sistem Demokrasi-Kapitalis adalah hal yang sia-sia, karena jelas-jelas tidak mampu memberantas korupsi dan akan menjadi hal yang mustahil akan dapat diberantas oleh sistem saat ini.
Selain itu dengan adanya sistem sekuler yang memisahkan peran agama dalam mengatur urusan negara dan kehidupan, menjadikan masyarakat mengagungkan pencapaian materi sebagai tolok ukur keberhasilan.
Ketika agama dijauhkan dan materi diagungkan, maka korupsi menjadi sebuah kebiasaan sehingga sulit untuk dihilangkan.
Dalam mengatur kehidupan termasuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari praktik korupsi sistem kapitalis berbeda dengan sistem Islam.
Dalam Islam, paradigma kepemimpinannya berasaskan akidah atau keimanan. Menjalankan kehidupan harus sesuai tuntunan syariat Islam. Mendorong individu agar taat terhadap syariat sebagai konsekuensi dari keimanannya.
Negara dalam sistem Islam akan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Maka jika terbukti ada pelaku korupsi, negara dengan tegas memberikan hukuman sesuai syariat, bahkan bisa jadi sampai hukuman mati.
Sebab Islam mempunyai perangkat aturan, yang apabila diterapkan secara menyeluruh akan mampu meminimalkan munculnya kasus pelanggaran. Seperti, korupsi, penyalahgunaan jabatan, dll. Islam juga mampu menjamin kesejahteraan masyarakat, sehingga tidak membuka celah adanya kejahatan seperti korupsi dan penyalahgunaan jabatan, dsb.
Kemampuan sistem Islam dalam memberantas korupsi telah dibuktikan dalam sejarah kegemilangan peradaban Islam selama berabad-abad lamanya.
Kepemimpinan Islam telah berhasil mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi.
Hal ini dapat dibuktikan adanya kesejahteraan yang luar biasa yang terwujud di seluruh penjuru dunia Islam ketika syariat tegak. Kesejahteraan tidak akan terwujud dan praktik korupsi masih terus terjadi jika syariat Islam tidak diterapkan. Wallahu a’lam bishshawab.
Redaksi