Sumberjaya, Majalengka, Idisi Online – Di tengah gemuruh prestasi akademik dan non-akademik yang terus diraih, kondisi salah satu ruang kelas di SMAN 1 Sumberjaya justru bikin geleng-geleng kepala. Tepat di dekat gerbang sekolah, satu ruangan terlihat kusam dan nyaris terbengkalai. Kontras banget dengan gedung lain yang tampak segar dengan balutan cat hijau muda.
Tanpa penjelasan langsung, siapa pun mungkin bakal mengira sekolah ini “cuek” soal perawatan bangunan. Tapi setelah dikonfirmasi, fakta sebenarnya justru mencuatkan persoalan lebih dalam: indikasi pembiaran karena keterbatasan anggaran dan kebijakan rehab yang terlalu birokratis.
“Sebelum saya bertugas, ruangan ini dulunya dipakai buat nyimpen kursi dan meja rusak karena memang kondisi ruangannya udah rusak. Tapi karena jumlah siswa makin banyak, mulai tahun ini ruangan tersebut dipakai lagi untuk KBM, dengan sedikit perbaikan bagian dalam,” ujar Kepala SMAN 1 Sumberjaya kepada awak media.
Fakta menarik terungkap saat dinas teknis PUPR memeriksa bangunan. Hasilnya: tingkat kerusakan ruang kelas itu mencapai 41,31 persen—masuk kategori rusak sedang. Nahasnya, kerusakan seperti ini enggak bisa ditangani hanya dengan dana pemeliharaan dari BOS (Bantuan Operasional Sekolah).
“Kita udah ajukan rehab ke Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Harapannya bisa direalisasi tahun ini lewat program Gubernur atau langsung dari Kementerian Pendidikan,” lanjutnya.
Masalah makin pelik ketika jumlah rombongan belajar (rombel) meningkat drastis. Tahun 2022 hanya ada 19 rombel, sekarang jadi 27 rombel. Akibatnya, enam ruangan non-kelas seperti laboratorium dan ruang praktik disulap jadi ruang belajar darurat.
Meski sarana prasarana terbatas, prestasi SMAN 1 Sumberjaya justru bersinar terang. Dalam ajang FLS2N tingkat kabupaten bulan Juni ini, siswa-siswi sekolah ini sukses menyabet 9 gelar juara dari 16 kategori lomba, termasuk Juara 1 Cipta Puisi, Monolog, dan Jurnalistik.
Nggak cuma itu, di bidang olahraga pun, Dwi Andrean dari sekolah ini sukses merebut Juara 3 Cirebon Open Bulutangkis se-wilayah Jabar. Bukti nyata bahwa semangat juang mereka tak terhenti hanya karena ruang sempit dan tembok retak.
Jika ditilik dari regulasi, Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 jelas menyatakan bahwa rehabilitasi bangunan sekolah yang mengalami kerusakan sedang hingga berat menjadi tanggung jawab pemerintah daerah/provinsi dan pusat. Artinya, tidak bisa hanya dibebankan ke dana BOS yang memang hanya untuk pemeliharaan ringan.
Sementara itu, berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pendidikan menengah seperti SMA menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi. Bila kerusakan sudah mencapai di atas 40 persen dan digunakan untuk proses belajar, maka potensi pelanggaran administratif bahkan kelalaian layanan publik bisa terjadi.
Rep Budi






