Idisi Online – Generasi yang lahir di rentang tahun 1997 hingga 2021 sering kita sebut Generasi Z atau Gen Z. Generasi Z tumbuh di era digital, dengan teknologi yang berkembang pesat, dengan arus informasi yang serba cepat. Generasi ini semakin menjadi sorotan dalam dunia politik, terutama di Indonesia. Data dari KPU menyebutkan dari seluruh Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 204.807.22, terhitung sekitar 22,85% atau sebanyak 46.800.161 adalah Gen Z. Ini menunjukan kekuatan besar yang berpotensi menentukan hasil pemilu dan masa depan politik Indonesia adalah Gen Z.
Generasi Z yang lebih familiar dengan teknologi, mereka memiliki akses ke berbagai sumber berita termasuk isu-isu sosial, ekonomi dan politik, menjadikan mereka berpeluang besar mendapatkan informasi yang luas dan generasi berpengetahuan. Sandungannya adalah bukan informasi yang mereka akses, tetapi mampukah mereka memahami dan menyaring informasi yang mereka dapat? Bagaimana menyikapi berita yang mudah tersebar, seperti berita disinformasi dan hoaks? Dalam hal ini, semestinya Gen Z harus cerdas dalam memilah mana berita yang benar dan mana yang hanya manipulasi politik dan propaganda. (kumparan.com, 16/9/24)
Partai politik saat ini melirik Gen Z untuk menarik suara mereka. Ini dilakukan dengan mengusung nama-nama yang populer yang dikenal dikalangan Gen Z. Kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan.
Gen Z bukan objek politik yang pragmatis, ada ketidaktulusan, ada pamrih saat partai politik mendekati mereka. Ini tampak dari kontestan partai politik yang terang-terangan berebut dukungan Gen Z dan Milenial untuk mendulang suara dan kepentingan elektoral. Gen Z harus tahu arah dan tujuan politik, Gen Z wajib mendapatkan pendidikan politik.
Ada pandangan bahwa di Indonesia saat ini terjadi fenomena kemunduran demokrasi (Democratic Backsliding). Oleh karena itu, muncul harapan agar kaum muda khususnya mahasiswa bisa menjadi agen perubahan demokrasi. Hal ini dapat terwujud dengan adanya reformasi ditubuh partai politik dengan adanya perubahan pola rekrutmen, kaderisasi dan distribusi kader. Namun akankah keterlibatan pemuda dalam demokrasi akan membawa perubahan politik ke arah yang lebih baik?
Pandangan ini menyesatkan karena realitanya politik demokrasi tidak berkorelasi dengan perbaikan kehidupan masyarakat. Realitas saat ini para pemuda malas berpolitik dalam bingkai demokrasi meskipun mereka tidak memahami kesalahan demokrasi secara konseptual. Pragmatisme berpikir jugalah yang membetuk generasi muda menjauh dari politik demokrasi.
Ketika politik demokrasi itu menampakkan berbagai kerusakan yang diindera pemuda, sejatinya itu bukanlah kemunduran demokrasi. Akan tetapi lebih tepat dinyatakan demokrasi sebagai sebuah sistem yang rusak dan merusak, sehingga demokrasi memang layak ditinggalkan oleh pemuda.
Para pemuda harus berpartisipasi dalam perubahan politik Indonesia. Dan untuk itu pemuda membutuhkan peran partai politik untuk membimbing mereka memahami politik yang benar dan melakukan perubahan politik. Sementara itu politik yang benar adalah sebagaimana yang dituntun oleh Islam. Sehingga pemuda dituntun memahami politik Islam dan perubahan politik menuju sistem Islam, bukan mempertahankan demokrasi yang terbukti problematik.
Jadi sudah semestinya pemuda harus bergabung dengan parpol sahih utk memperbaiki kehidupan masyarakat dan negara. Mewujudkan tata dunia baru yg berbeda dengan model politik demokrasi yang jelas telah gagal sejak lama.
Kriteria parpol sahih harus dipahami pemuda: memiliki ideologi sahih (Islam) sekaligus menjadi ikatan yang menghimpun para anggotanya; memiliki konseptual politik yang dipilih untuk menjalankan perubahan (mengadopsi fikrah politik tertentu); memiliki metode langkah perubahan yang relevan dengan problem sistem (metode perubahan yang teruji); memiliki para anggota yang memiliki kesadaran yang benar (bukan sekedar karena ketokohan, kepakaran, jabatan).
Penting membangun narasi kepada pemuda, untuk menghentikan kepercayaan kepada partai-partai sekuler apapun basis massa yang dimiliki.
Dan tanggung jawab mengadakan Pendidikan politik seperti ini sejatinya adalah tanggungjawab negara yang menerapkan syariat Islam, yakni Khilafah. Khilafah akan melakukan pendidikan politik Islam kepada para pemuda/Gen Z, karena politik dalam Islam adalah satu kebutuhan dan umat Islam termasuk Gen Z wajib berpolitik sesuai dengan tuntunan Islam.
Wallahualam bishawab.
Penulis : Yuli Yana Nurhasanah