Ia menyoroti pentingnya keterlibatan Tenaga Sanitasi Lingkungan untuk turut serta membenahi aspek kesehatan lingkungan rumah selain aspek ketahanan serta kecukupan ruang.
Ia pun menyebutkan bahwa dalam pelaksanannya, rehabilitasi RTLH juga masih menghadapi beberapa kendala, “Saat ini masih ada permasalahan terkait belum terfasilitasinya masyarakat yang miskin/miskin ekstrem oleh kegiatan rehabiltasi RTLH karena ketiadaan swadaya,” ujarnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, DPKP saat ini sedang merumuskan adanya standar harga untuk bantuan stimulan yang khusus untuk masyarakat miskin/miskin ekstrem.
Sementara itu Kepala Bidang Perumahan Permukiman, Sambas Subagdja, menyampaikan melalui aplikasi ini, diharapkan penilaian CPCL akan menjadi lebih cepat dan transparan, karena sudah menghitung nilai dari berbagai aspek, diantaranya aspek keselamatan, kecukupan ruang dan kesehatan rumah serta aspek inklusifitas dari CPCL.
Ia menjelaskan kelompok masyarakat yang berhak menerima bantuan RTLH ini adalah masyarakat fakir miskin/miskin ekstrem, kepala keluarga lansia, kepala keluarga penyandang disabilitas, kepala keluarga perempuan rawan ekonomi serta penderita penyakit berbasis lingkungan (TB Paru, Pneumonia, stunting, dll).
Lebih lanjut Sambas menerangkan bahwa impelementasi inovasi ini sudah dimulai sejak September 2024 lalu, diawali dengan kegiatan pembentukan Tim CEKAS, pelaksanaan Focus Group Discussion, penyusunan proses bisnis yang inklusif dan kolaboratif, penyusunan standar pelayanan dan SOP baru, penyusunan standar harga inklusif serta pembentukan Tim Verifikator Lintas Sektor.
Dengan adanya inovasi ini diharapkan akan mempermudah masyarakat dalam mendapatkan rumah yang layak huni dan menjadikan penghuninya sehat sekaligus mengentaskan berbagai masalah lingkungan lainnya di Kota Cimahi, “Harapan ke depan, kegiatan Rehab RTLH juga menunjang dan bersinergi terhadap pelaksanaan program lainnya yang dilaksanakan Pemerintah Daerah Kota Cimahi, diantaranya pengentasan kemiskinan, pencegahan dan penanggulangan Tuberculosis dan stunting, serta deklarasi Open Defecation Free (ODF),” pungkasnya.
Redaksi IO, Iwan Mulyana