oleh : Kang Oos Supyadin, SE MM (Pemerhati Kesejarahan & Budaya) *
Perda nomor 30 tahun 2011 menjelaskan bahwa yang dimaksud Hari Jadi Garut adalah suatu kejadian yang merupakan fakta sejarah yang dijadikan tonggak sejarah penggunaan nama Garut sebagai ibukota baru Kabupaten Limbangan. Pada pasal berikutnya ditetapkannya tanggal 16 Februari 1813 sebagai Hari Jadi Garut.

Menariknya bahwa ternyata kontek Perda tersebut menegaskan lebih pentingnya sebuah nama ketimbangan proses sejarah dari daerahnya. Seperti halnya penetapan hari jadi daerah di beberapa daerah di Jawa Barat ini sesungguhnya bukan penetapan pada kontek nama daerah tapi justru lebih pada sejarahnya.
Antara lain Kabupaten dan Kota Bogor bukan pada nama Bogornya, begitu juga Kabupaten Bandung dan Kota Bandung bukan pada nama Bandungnya, Kab Cirebon dan Kota Cirebon bukan pada Cirebonnya, Kabupaten dan Kota Tasik bukan pada nama Tasiknya, begitupun Ciamis dan Kuningan juga bukan pada nama daerahnya akan tetapi semua daerah tersebut penetapan hari jadinya lebih pada pertimbangan sejarah dari daerahnya tersebut.
Hari jadi Kabupaten dan Kota Bogor diambil dari sejarah diangkatnya Prabu Siliwangi sebagai Raja Pakuan Pajajaran yang keberadaannya berada di Bogor tahun 1482.

Hari jadi Kabupaten dan Kota Tasik penetapannya diambil dari diangkatnya Rd Wirawangsa sebagai Wiradadaha I di Sukapura yang keberadaannya di daerah Tasikmalaya tahun 1632.
Begitupun hari jadi Ciamis penetapannya diambil dari rangkaian sejarah panjang kerajaan Galuh yang kemudian menjadi Kabupaten Galuh tahun 1642.
Juga hari jadi Cirebon penetapannya diambil dari sejarah diangkatnya Sunan Gunung Jati sebagai Sultan Kerajaan Cirebon tahun 1482.
Maka menjadi sangat disayangkan jika Hari Jadi Garut ini hanya didasarkan pada munculnya istilah nama Garut semata, padahal dalam Perda pun disebutkan nama Garut yang diperingati ke 212 tahun ini adalah sebagai ibukota Kabupaten Limbangan yang pastinya memiliki rangkaian dan nilai sejarah yang sangat penting dan bersejarah bagi generasi masyarakat Kabupaten Garut itu sendiri seperti halnya di daerah lain.

Mengutip tulisan pada halaman webb Pemda Garut dijelaskan tentang latar belakang Hari Jadi Garut. Bahwa sejarah Kabupaten Garut berawal dari pembubaran Kabupaten Limbangan pada tahun 1811 oleh Daendels dengan alasan produksi kopi dari daerah Limbangan menurun hingga titik paling rendah nol dan bupatinya menolak perintah menanam nila (indigo). Pada tanggal 16 Pebruari 1813, Letnan Gubernur di Indonesia yang pada waktu itu dijabat oleh Raffles, telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang pembentukan kembali Kabupaten Limbangan yang beribu kota di Suci. Untuk sebuah Kota Kabupaten, keberadaan Suci dinilai tidak memenuhi persyaratan sebab daerah tersebut kawasannya cukup sempit.

Berkaitan dengan hal tersebut, Bupati Limbangan Adipati Adiwijaya (1813-1831) membentuk panitia untuk mencari tempat yang cocok bagi Ibu Kota Kabupaten. Pada awalnya, panitia menemukan Cimurah, sekitar 3 Km sebelah Timur Suci (Saat ini kampung tersebut dikenal dengan nama Kampung Pidayeuheun). Akan tetapi di tempat tersebut air bersih sulit diperoleh sehingga tidak tepat menjadi Ibu Kota.
Selanjutnya panitia mencari lokasi ke arah Barat Suci, sekitar 5 Km dan mendapatkan tempat yang cocok untuk dijadikan Ibu Kota. Selain tanahnya subur, tempat tersebut memiliki mata air yang mengalir ke Sungai Cimanuk serta pemandangannya indah dikelilingi gunung, seperti Gunung Cikuray, Gunung Papandayan, Gunung Guntur, Gunung Galunggung, Gunung Talaga Bodas dan Gunung Karacak.
Saat ditemukan mata air berupa telaga kecil yang tertutup semak belukar berduri (Marantha), seorang panitia “kakarut” atau tergores tangannya sampai berdarah. Dalam rombongan panitia, turut pula seorang Eropa yang ikut membenahi atau “ngabaladah” tempat tersebut. Begitu melihat tangan salah seorang panitia tersebut berdarah, langsung bertanya : “Mengapa berdarah?” Orang yang tergores menjawab, tangannya kakarut. Orang Eropa atau Belanda tersebut menirukan kata kakarut dengan lidah yang tidak fasih sehingga sebutannya menjadi “gagarut”.
Sejak saat itu, para pekerja dalam rombongan panitia menamai tanaman berduri dengan sebutan “Ki Garut” dan telaganya dinamai “Ci Garut”. (Lokasi telaga ini sekarang ditempati oleh bangunan SLTPI, SLTPII, dan SLTP IV Garut). Dengan ditemukannya Ci Garut, daerah sekitar itu dikenal dengan nama Garut.. Cetusan nama Garut tersebut direstui oleh Bupati Kabupaten Limbangan Adipati Adiwijaya untuk dijadikan Ibu Kota Kabupaten Limbangan.
Istilah kakarut lalu gagarut lalu jadi nama Garut adalah seperti sejarah lelucon (asa heuheureuyan) atau seperti Garut tak memiliki sejarah yang berarti, apakah betul di Wilayah Kabupaten Garut dahulunya (sebelum tahun 1813) belum ada istilah nama Garut?. Rasa penasaran yang begitu tinggi pertanyaan tersebut menginspirasi tim dari Dewan Adat Kabupaten Garut (DAKG) untuk mengkaji sejarag nama Garut itu sendiri.
Dan ternyata dari banyak literasi sejarah baik dalam peta lama tahun 1760 dan peta tahun 1811 nama Garut sudah ada sebagai sebuah nama kampung. Bahkan nama Garut ini pun bukan hanya ada di wilayah Kabupaten Garut, ternyata ada juga di daerah lainnya. Seperti halnya kebiasaan penamaan daerah di daerah Sunda kebanyakan suka mengambil dari nama pepohonan, maka sangat diyakini pula bahwa nama Garut pun diambil dari nama jenis pohon yakni pohon Kigarut alias Gaharu (lihat pamflet Garut Lain Kakarut).
Oleh karena itu, maka dalam catatan Mapag Hari Jadi Garut ini menjadi sangat realisitis bilamana kami sebagai pemerhati kesejarahan dan budaya mengusulkan kepada Bupati dan Pimpinan DPRD serta para tokoh Garut untuk dilakukannya penyempurnaan atas Perda nomor 30 tahun 2011 seperti halnya yang telah dilakukan atas Perda nomor 11 tahun 1981 juga terkait hal yang sama yakni Hari Jadi Garut. Harapannya dengan penyempurnaan Perda tersebut harus menjadi momentum untuk mengenang perjalanan panjang dan menghargai rangkaian sejarah dan warisan budaya yang ada di wilayah Kabupaten Garut ini, sehingga tercapai Garut Berkah Ngakar Kana Sajarah.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan Hari Jadi Garut ke- 212, Garut Gagah Rucita Rahayu Mangun Raharja. Dan lebih istimewa lagi penulis mengucapkan SELAMAT KEPADA BAPAK DR. ABDUSY SYAKUR AMIN, M.ENG SEBAGAI BUPATI GARUT DAN IBU drg. LUTHFIANISA PUTRI KARLINA, MBA. SEBAGAI WAKIL BUPATI GARUT untuk Periode 2025 – 2030 SEMOGA GARUT SEMAKIN HEBAT, PEMBANGUNANNYA MENINGKAT DAN MASYARAKATNYA SEJAHTERA & BERMARTABAT.
Salam Rahayu
*) penulis adalah pengurus Dewan Adat Kabupaten Garut