Oleh: Kang Oos Supyadin, Pemerhati Kesejarahan
Disaat gonjang ganjing politik paska pemilu yang masih belum menentu, ditengah harga beras tertinggi dalam sejarah berdirinya Republik Indonesia ko Menteri Agama justru mengeluarkan gagasan bahwa KUA bisa menjadi tempat nikah semua agama dengan alasan KUA seperti halnya Kementerian Agama merupakan etalase semua agama di Indonesia. Sekalipun baru gagasan tapi rasa-rasanya ko jadi seperti ga ada kerjaan urgensi dari seorang Menteri Agama tersebut.
Perspektif Sejarah KUA
Setelah mendarat di Indonesia Jepang membentuk lembaga yang mengurusi urusan agama Islam dan lembaga ini kemudian disebut Shumubu atau kantor urusan agama tingkat pusat yang didirikan oleh pemerintahan Jepang di Indonesia dan merupakan departemen independen. Lembaga inilah yang kemudian menjadi cikal bakal beridirinya KUA.
Shumubu adalah kantor Urusan Agama. Didirikan pada Mei 1942. Lembaga ini dipimpin oleh Kolonel Horie Choso dan memiliki beberapa staf yang terdiri atas orang-orang Muslim Jepang. Lembaga ini bertugas memelihara kerja sama dengan para ulama dan pemimpin Islam lainnya serta mengawasi mereka.
Negara kolonial atau Penjajah Jepang saja memahami betul pendekatan politik guna stabilitas di Indonesia sebagai daerah jajahannya. Artinya penjajah Jepang begitu menghormati mayoritas muslim di Indonesia.
Jadi Menghadirkan Intoleransi ?
Gagasan Menteri Agama agar KUA menjadi tempat pernikahan semua agama dalam pandangan saya justru akan menghadirkan intoleransi beragama ditengah tatanan toleransi beragama sudah terbangun dan tercipta sejak Indonesia merdeka. Mengapa jadi menghadirkan intoleransi ?
Sesuai sejarahnya sudah sangat jelas bahwa KUA didirikan untuk kegiatan kehidupan ummat islam, bukan saja soal pernikahan tapi soal zakat, jariyah dan infaq juga wakaf pun dikelola dalam KUA.
Dukungan ummat Islam terhadap KUA pun begitu kuat terbukti banyak ummat Islam yang mewakafkan tanahnya untuk dibangun kantor tersebut.
Upaya dan sumbangsih ummat Islam terhadap KUA ini jika diluasfungsikan untuk melayani kehidupan agama di luar Islam maka pastinya akan menuai permasalahan bukan saja internal sesama Islam juga dengan luar Islam, inilah hadirnya intoleransi ditengah toleransi yang telah terbangun selama ini.
Saya berpandangan sebaiknya Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas berhenti atau membuang jauh gagasannya tersebut. Saya justru mendorong Gus Yaqut fokus pada penyelesaian permasalahan di Kemenag seperti soal haji, soal pendidikan keagamaan baik madrosah maupun pesantren, soal manajemen zakat untuk kemakmuran ummat Islam, soal guru di lingkungan Kemenag, soal kesejahteraan assatidz hingga persoalan kerukunan kehidupan beragama.
Semoga bermanfaat dan memberikan kemaslahatan bagi semua.
Redaksi*** Idisinews.com
Komentar 1
Betul banget Kemenag sebaiinya fokus kpd hal hal yg sampai saat ini blm selesai dqn msh bermasalah se0erri haji, pendidikan agama di srlolah SD sampai SMA dan jangan membuatvkebijakan yg sdh mapan mjd kontraproduktif